Oleh: birusamudera | November 17, 2014

Di Penghujung Kita

1412337232.jpg

Selepas hujan yang sore kita melintas. Limpasan keruh di ceruk-ceruk jalan seketika beriak. Air titik-titik di jendela-jendela kaca tak henti melirik.

“Kita tak hendak buru-buru kan”, ujarmu.

Sepertinya memang kita tak perlu mendengak pongah. Biarkan begitu saja roda-roda berputar pelan. Lewati kerumunan yang kita rasa tak pernah ramah. Yang di kepala mereka selalu bergumam sekumpulan firman.

“Kita tak pernah bisa disatukan,” pernah bisikku di sela tangismu.

Tapi ini bukan perayaan hari akhir. Jadi kupikir, tak perlu juga ada kesedihan. Meski aku, kamu, dan seluruh lompatan perasaan kita di lintas waktu, begitu terdesak. Membuat rongga dada kita begitu sesak.

Berbahagialah, seperti pernah kau pinta. Sebab kita telah saling jatuh cinta

Ya, berbahagialah. Sebab nanti, setelah kita pergi dengan saling memunggungi dan tak menoleh lagi, cinta tak pernah benar-benar mati. Sampai waktu yang aku sendiri tak pasti.

Jakarta, 18 November 2014
03.37 WIB

Biru Samudera
semua orang adalah guruku
alam raya sekolahku

Oleh: birusamudera | November 17, 2014

Perempuan dari Masa Lalu

Entah dari apa aku berteduh. Mungkin, dari waktu demi waktu yang menderaskan kamu. Kamu yang pernah jatuh, lalu mengalir jauh.

Entah dengan cara apa kamu kembali. Mungkin dengan menunggang angin bertopang awan. Lalu luka-luka di aspal jalan menampungmu. Sebagai genangan. Membuatku ingin selalu, berkaca pada masa lalu.

Jakarta, 17 November 2014
03.20 WIB

Oleh: birusamudera | November 7, 2014

Salmon

image

Aku datang dari lautan. Menyusur sungai-sungai lenganmu. Mencari jalan ke hulu dadamu.

Aku pulang, Ibu. Merawat mata-mata luka, meski tak sampai kering. Menanti tetas para burayak dan memastikan mereka pergi. Tangis setidaknya, adalah yang dulu turut mengantarku jauh ke sana. Seperti juga mereka kelak.

Jakarta, 8 November 2014
00:18 WIB

Oleh: birusamudera | Oktober 17, 2014

Ziarah

engkau adalah ziarah ingatan
tanpa tabur kembang
tanpa kendi tanah merah
cinta telah serupa padang
di mana bunga dan hujan sepakat bersedekah
sebagai keindahan

Jakarta, 17 Oktober 2014

Oleh: birusamudera | Oktober 3, 2014

Oktober, Tak Kunjung Basah

oktober, tak kunjung basah

padahal hujan adalah cerita yang paling suka aku tulis
mengimani kenangan tenang-tenang
menyapu genangan diam-diam
dan kini setiap kali bel sepeda berdenting di depan pagar
kuharap pak pos membawa kiriman
satu atau dua jam saja hujan

dan kamu…
kamu sering kali adalah musabab aku menulis
entah dari langkah-langkah kecilmu yang ringan
atau juntai poni ikal di dahimu
terkadang begitu saja
seperti matahari yang terbiasa bangun pagi, mandi, dan gosok gigi

lalu seperti sama-sama kita tahu
matahari dan hujan tak pernah butuh persetujuan
untuk mencipta pelangi

Stasiun Gambir, 3 Oktober 2014, 7.08 WIB

Biru Samudera
semua orang adalah guruku
alam raya sekolahku

Oleh: birusamudera | Agustus 11, 2014

Sebuah Alarm yang Membangunkan

oleh Guest Blogger Laura King

image

Saya telah menyelam selama dua puluh tahun, dan menganggap diri saya untuk menjadi seorang penyelam yang kompeten, percaya diri dalam kemampuan saya dan nyaman di dalam air. Tapi seperti yang mereka katakan, puas melahirkan penghinaan, dan saya baru-baru ini mendapatkan Alarm yang membangunkan yang saya tidak akan segera melupakan.

Aku menyelam di lepas pantai Fort Lauderdale, Florida, pada hari yang benar-benar indah dan kecelakaan yang mendalam. Ketika saya melompat di dalam air, saya langsung merasakan adanya arus ripping. Aku tidak bisa turun ke kedalaman dengan cara negatif descent, karena saya perlu mengambil rig kamera saya dari divemaster. Pada saat saya telah melakukannya, arus ini telah mendorong saya ke setengah panjang kapal.

Aku mulai turun di salah satu sudut, berusaha untuk bisa berada dibawah arus, sementara saya berusaha turun dan mempertahankan jarak pandang yang baik pada dive buddy (mitra selam) saya. Saya segera menyadari bahwa arus tetap ada dan bahkan semakin ke kedalaman semakin buruk . Mitra selam saya sungguh fantastis, dia seorang Instruktur PADI (Professional Association of Diving Instructor) yang sebelumnya saya tidak pernah menyelam dengannya , dia tetap menjaga posisi pada level yang sejajar dengan saya dan matanya tetap mengawasi pergerakan saya sepanjang waktu.

Ketika aku sampai ke bawah, jalur penyelaman di wreck (bangkai kapal) yang akan kami jelajahi ini masih sekitar 40 meter di depan saya. Aku menendang dengan sekuat tenaga dan kakiku mulai terbakar, dan jalur itu tidak tampak lebih dekat. Aku menimbang pilihan saya: saya bisa membatalkan menyelam dan naik ke permukaan, tapi aku tahu arus kuat ini akan mebuat saya benar-benar jauh dari perahu yang mengantar kami. Ada sekitar 20 penyelam di dalam air, dalam penyelaman yang direncanakan 45 menit itu. Ini berarti setidaknya saya harus satu jam mengambang di permukaan, dalam arus yang sangat kuat, sekitar tujuh mil dari pantai. Dan apakah saya sudah menyebutkan adanya lapisan ubur ubur sepanjang 15 Feet di permukaan?

Aku harus berenang sampai ke jalur, tidak ada jika, dan, atau tapi-tapian tentang hal itu. Aku berenang sekuat mungkin, dan menggunakan tangannya yang bebas untuk mencoba dan menarik saya lebih dekat. Butuh waktu 12 menit untuk sampai ke jalur itu, dan ketika saya lakukan, saya kelelahan. Dan saya telah menghabiskan 1000psi udara dalam tanki selama saya berenang. Aku memegangi tali jalur dan memberi tanda kepada teman saya bahwa saya perlu untuk menarik napas. Dia mengangguk penuh pengertian dan tinggal di sana dengan saya, mempertahankan kontak mata. Dalam situasi seperti ini, kontak mata bisa luar biasa menenangkan.

Setelah saya menarik napas, kami masuk ke dalam bangkai kapal dan dapat beristirahat dari arus. Setelah hanya sekitar 10 menit, saya merasa harus membuat panggilan untuk membatalkan menyelam. Aku sudah menjadi seorang instruktur selama 13 tahun, dan ini adalah pertama kalinya dalam karir menyelam saya bahwa saya membatalkan menyelam karena ketidaknyamanan pribadi saya sendiri. Aku lelah; Saya tidak menikmati penyelaman; dan harus jujur, aku hanya ingin keluar dari air dan bersantai.

Saya adalah orang pertama keluar dari air, yang mengejutkan kru penyelaman. Saya mengatakan kepada mereka apa yang terjadi dan aku hanya merasa aku tidak ingin melanjutkan penyelaman. Saya percaya bahwa sangat penting untuk mengetahui batas kemampuan Anda sendiri, dan jika Anda merasa tidak nyaman, Anda harus mengakhiri penyelaman dan keluar dari air. Tidak perlu untuk menjadi sok pahlawan dan melanjutkan penyelaman.

Pengalaman ini juga mengingatkan saya akan pentingnya memiliki mitra selam yang baik. Ini penting untuk menjadi mandiri di bawah air, dan saya rasa akan sangat menguntungkan jika semua orang bisa mengambil sertifikasi Rescue Diver, yang membuat seorang penyelam menjadi mitra selam yang baik dan dapat mengajarkan Anda untuk mengantisipasi masalah dan menghindari mereka sebelum terjadi. Sistem buddy (Mitra) digunakan dalam penyelaman untuk suatu alasan, dan itu adalah praktek yang tidak boleh dianggap enteng. Jika Anda memiliki mitra yang tidak sabar dengan Anda, tidak mau mengnawasi Anda dan tidak dapat diandalkan dalam situasi yang berpotensi berbahaya, segera cari dan temukan mitra selam yang baru. Aku sangat bersyukur mendapatkan mitra selam yang baik hari itu, dan membuat saya tidak ragu untuk memutuskan berusaha berenang ke jalur, dia selalu berada tak jauh dari saya. Aku pergi pada penyelaman kedua hari itu, yang lebih dekat ke pantai dan tidak ada arus, dan itu menyenangkan – aku berenang bersama Nurse Shark selama beberapa menit, dengan mitra selam saya yang baik di sana di samping saya.

Di terjemahkan oleh Michael Antony, Certified PADI Rescue Diver No. 0911AO8898
Sumber dari sebuah Artikel di http://scubadiverlife.com/2013/10/23/a-wake-up-call/

“NEVER DIVE ALONE”

“Scuba diving is itself a hazardous sport. To do it without any training / certification is tantamount to playing Russian roulette with a loaded revolver.”
– ROBERT F. BURGESS, The Cave Divers –

‘DIVE, DIVE, DINE”
– Michael Antony, Certified PADI Rescue Diver –

Oleh: birusamudera | Maret 4, 2014

Aku Menciptakan Ibu

Aku menciptakan ibu di teduh matamu
binar jadi suluh buat harapan
Aku menciptakan ibu dalam pelukanmu
lembut dan sabar membelai letihku
Aku menciptakan ibu di lengkung bibirmu
ruah bagi kebaikan sepenuh doa
Aku menciptakan ibu pada telapak kakimu
kelak surga bagi anak-anak kita

Jakarta, 8 Februari 2014, 01.41 WIb

Oleh: birusamudera | Maret 4, 2014

Aku yang Kau Cari

Jika kau mencari ayah
Aku di sini
Biarkanmu bermain hingga lelah
Lalu kugendong engkau sampai rebah
Diantar dongeng
Juga lagu-lagu masa kecilmu

Jika kau mencari kakak
Aku di sisi
Mendengarkan celoteh dan gelak
Atau sekedar menabur sajak
Lalu kita punya banyak
rahasia tersembunyi dari ibu bapak

Jika kau mencari bocah lelaki
Sela hujan kutingkahi
Cuma nada khawatirmu membuat pulang
Satu jeweran isak pun lepas kekang
Lalu rajuk gigilku bersiasat
Memohon dekap dada paling hangat

Jika kau mencari kekasih
Kau tahu di mana
Pada kecup di kening dan teduh pagimu
Pada cumbu di bibir dan gelora harimu
Pada simpuh lututku dan cincin di jarimu

Jakarta, 4 Maret 2014, 01.21 WIB

Oleh: birusamudera | Februari 21, 2013

Sajak Igau #16

kesedihan itu gelap seperti secangkir kopi
biarkan saja mengendap
kelak akan bisa kaunikmati

Jakarta, 21 Februari 2013
20.07 WIB

Biru Samudera
semua orang adalah guruku
alam raya sekolahku

Oleh: birusamudera | Februari 21, 2013

Sajak Igau #15

Bu, ijinkan aku telusuri senja
tak usah khawatir, aku akan pulang
mungkin nanti ada yang kubawa untukmu
calon mantu…
🙂

Jakarta, 21 Februari 2013
20.03 WIB

Biru Samudera
semua orang adalah guruku
alam raya sekolahku

Older Posts »

Kategori